Karena cinta menghadirkan rasa
Kicauan burung seakan membuatku menari, walau ku tahu
hariini semua telah berbeda. Orang yang selalu menjadi alasan ku untuk
tersenyum kini telah menghilang dari warna-warni kehidupanku. Aku layaknya
seekor burung yang terpisah diantara ribuan burung lainnya, mencoba bertahan
dalam ketidakpahaman dunia yang fana ini. Seakan tak bernyawa, aku memulai
hidup ku tanpa kehangatan pelukan nya, senyumannya, dan tanpa suara nya yang
selalu membuatku tersenyum saat aku tak menginginkan tersenyum sekalipun. Ternyata
rasa adalah suatu hal yang membuatku seolah-oleh menjadi rintik hujan diantara
matahari, membuatku seperti setangkai mawar yang mulai layu dan menghitam,
menjadikan hatiku hancur hingga berkeping-keping tanpa penjelasan..
Hari pertama ku lalui tanpa semangat yang berarti, langkah
kaki kecil ku pun seakan tak mampu lagi untuk berpijak. Langkah demi langkah ku
jalani tanpa senyuman, walau mentari mengajak ku untuk menari namun aku tetap
dengan paras wajah ku yang tak bertuan, oh Tuhan.. apa ini rasanya kehilangan?.
“Ra.. Rara!!” suara itu terdengar jelas ditelinga ku, namun aku acuhkan. Aku benci
suara itu. “Rara! Masih mau menghindar dari aku?” suara yang ku benci itu kian
mendekat hingga aku merasakan sentuhan lembut tangannya menyentuh ku, aku
berusaha untuk tidak melihatnya. Bahkan sekedar menoleh kehadapannya pun aku
segan. “Maaf, aku tak bermaksud untuk menghindar. Aku butuh waktu untuk sendiri,
mengertilah!” langkah ku semakin cepat meninggalkan dia dan menjauh darinya.
sungguh teramat sungguh, aku tak mampu melihatnya dihadapanku begitu sesak dada
ini melihatnya. Tanpa ku perdulikan lagi, aku pun membiarkan kaki ku mengajak
untuk menjauhi nya walau ku tahu, keputusan yang telah ku ambil ini membuat dia
kecewa, tapi.. sudahlah, aku yakin ini yang terbaik. Hari demi hari semakin tak bergairah, aku
mulai merasakan kejenuhan yang teramat mendalam dengan keadaan seperti ini,
bagaimana tidak?.. Hari demi hari seakan begitu cepat, tanpa ku lalui lagi
bersama orang itu. Walaupun ku tahu aku yang telah memutuskan untuk tak bersama
nya lagi, namun kini aku menyadari bahwa aku merindukannya. Aku merindukan
hadirnya, senyumnya, tawanya, candanya bahkan tangisan manja nya saat bersama
ku dulu.
Malam menjadi lebih dingin semenjak hari itu, cuaca siang
bahkan lebih panas dari biasanya, dan pagi semakin sunyi tanpa kicauan burung
yang menemani. Ku hirup aroma kopi di cangkir merah jambu ku ini, diantara
rintik hujan malam ini aku semakin merindukannya. Tiba-tiba handphone ku
bergetar, ku lirik handphone ku dan ku dapati nama itu yang menghiasi layar handphone
mungil berawarna merah ini. “Rara, aku merindukanmu.. aku butuh kamu disini,
apa kamu juga merasakan apa yang ku rasakan? Bales dong, Ra. Sisihin waktu kamu
sebentar buat bales sms aku ini. Aku sayang kamu.” Ingin sekali aku
membalasnya, namun apa daya tangan tak sampai.. aku masih membisu membaca nya, “Aku
juga merindukanmu, aku mencintaimu lebih dari yang kamu tau, Dam...” aku hanya
mampu membalas pesan singkat nya dalam hati, berharap dia mampu mendengar apa
yang ku ucapkan tadi. Tekad ku masih kuat, aku akan terus menjaga jarak dengan
orang ini mungkin perlahan aku akan pergi dari kehidupannya. Puluhan pesan
singkat datang dari nya tanpa satu balasan pun yang aku berikan, entahlah..
mungkin dia lebih kerasa dari batu karang hingga apapun yang ku lakukan padanya,
dia tetap tak menghiraukannya dan tetap mencoba mendekatiku. Aku yakin dia
masih menjadi salah satu orang yang dapat ku perjuangkan, tapi di balik itu
semua aku masih menyimpan banyak rasa kecewa yang teramat mendalam padanya, aku
ingin menghapusnya namun tetap tak bisa. Semua usaha yang dia tunjukan padaku
tetap tak akan merubah keputusanku, aku menjahui nya.
“Apapun itu, setiap rasa yang menyakitkan, tak akan mampu
membuat rasa yang menyenangkan seperti dulu..”